CITAX H1

Banyak Kepentingan Mendompleng Wacana Pengampunan Pajak

eaf3913f123a4f48840454afecf6562eKOMPAS.COM | 13 NOVEMBER 2015

JAKARTA, KOMPAS — Sejak dilontarkan April 2015, rencana pengampunan pajak justru banyak didomplengi kepentingan jangka pendek sejumlah kelompok. Alhasil, wacananya berkembang ke mana-mana. Padahal, pengampunan pajak pada dasarnya bertujuan menambah basis pajak agar penerimaan meningkat secara berkelanjutan.

“Sekarang yang muncul justru konsep-konsep yang orientasinya jelas-jelas kepentingan jangka pendek. Jadi konsep pengampunan pajak yang sesungguhnya sudah kabur,” kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo di Jakarta, Jumat (13/11).

Ada kepentingan yang menginginkan program pengampunan pajak segera diberlakukan dengan insentif sesuai kepentingan masing-masing. Ada yang menginginkan tambahan penerimaan pajak dalam jangka pendek saja. Ada pula yang ingin segera dibersihkan jejak utang pajak yang berisiko pada sanksi dan pidana pajak. Ada pula yang ingin memutihkan catatan korupsi.

Dengan demikian jika pemerintah gegabah, Prastowo berpendapat, tujuan utama pengampunan pajak justru tidak akan tercapai. Hal yang akan terjadi adalah pemenuhan kepentingan jangka pendek sejumlah kelompok semata.

“Ini sangat berisiko bagi pemerintah. Oleh sebab itu, sebaiknya dimatangkan dulu konsepnya. Disiapkan dulu fondasinya. Ketika sudah siap, baru program diluncurkan sehingga tujuan menambah basis pajak tercapai,” kata Prastowo.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) awalnya merencanakan program pengampunan pajak pada 2017. Wacana ini digulirkan dalam rapat kerja dengan DPR pada April 2015.

Sejak saat itu, inisiatifnya bergeser ke DPR dan modelnya berkembang. Bukan hanya sebatas pengampunan pidana pajak, melainkan juga mencakup pidana umum dan pidana korupsi. Karena itu, judulnya diubah jadi pengampunan spesial.

Menuai banyak kritik, wacana ini menghilang dari permukaan. Namun, tiba-tiba pada 6 Oktober, 33 anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengusulkan RUU Pengampunan Nasional menjadi agenda pembahasan undang-undang yang bersifat prioritas. Esensi RUU Pengampunan Nasional sama dengan pengampunan spesial. Cakupannya, dalam dan luar negeri.

Sementara itu, Kamis lalu Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito menyatakan, pihaknya telah menyiapkan rancangan undang-undang tentang pengampunan pajak khusus repatriasi dana dari luar negeri. RUU tentang pengampunan pajak itu akan menjadi inisiatif pemerintah untuk dibahas bersama parlemen.

Menurut Sigit, hal ini akan dipaparkan ke Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan restu. Intinya, DJP ingin menggelar program pengampunan pajak terhadap repatriasi aset warga negara Indonesia di luar negeri.

Alasannya, pengampunan pajak yang mencakup aset di dalam negeri akan lebih banyak menimbulkan kontroversi. Lagi pula, DJP optimistis bisa memitigasi aset di dalam negeri.

Global Financial Integrity dalam laporannya menyebutkan, 187,84 miliar dollar Amerika Serikat (AS) dana ilegal terbang ke luar dari Indonesia selama 2003-2012. Per tahun rata-rata 18,78 juta dollar AS. Uang ilegal yang dimaksud adalah uang yang diperoleh, ditransfer, dan dibelanjakan secara ilegal.

Komentar Anda