Liputan6.com, Jakarta – Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) melihat sektor perpajakan daerah selama ini masih kurang perhatian oleh pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian Dalam Negeri dan Ditjen Pajak.
Kurangnya perhatian ini menjadikan berbagai daerah berlomba-lomba menambah jenis dan jumlah pungutan pajak demi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo menjelaskan, gejala ini mulai timbul ketika UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dikeluarkan.
“Sebagai dampaknya, otonomi daerah justru berdampak negatif bagi daerah itu sendiri dengan berkurangnya kepastian hukum, peningkatan beban pada masyarakat, serta terhambatnya investasi di daerah,” kata Yustinus dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Rabu (11/10/2017)
Yustinus menambahkan, dari aspek legal, ketidakpahaman pejabat daerah dan petugas pajak daerah terhadap konsep pemungutan pajak daerah dan minimnya pengawasan terhadap pemungutan pajak daerah seringkali menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat, misalnya Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang tidak seharusnya diterbitkan.
Hal ini, ia menuturkan diperparah dengan peran Pengadilan Pajak sebagai muara para pencarian keadilan. Pengadilan Pajak sebagai tempat para wajib pajak mengharapkan putusan yang adil, objektif, profesional, dan menjadi sarana korektif terhadap praktik pemungutan pajak yang menyimpang – belum dapat sepenuhnya diharapkan.
Ia mencontohkan dalam beberapa kasus, misalnya kasus PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT). Pemerintah menerbitkan beberapa Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Kendaraan Bermotor (SKPD PKB) berdasarkar UU PDRD No. 28 Tahun 2009 (prevailing).
Padahal, berdasarkan Kontrak Karya, PT NNT seharusnya tidak wajib membayar pajak daerah. Kasus lain juga dialami PT Freeport Indonesia (PT Fl), yaitu diterbitkannya SKPD PAP berdasarkan UU PDRD No. 28 tahun 2009 (prevailing).
“Maka dari itu, peletakan aasar-dasar reformasi perpajakan sudah selayaknya tidak hanya fokus pada pemerintahan pusat, namun juga pada pemeritahan daerah, sehingga menjamin kesinambungan fiskal dan investasi di daerah,” ujar dia.
Ia menambahkan, saat ini Indonesia tengah membutuhkan banyak investasi untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang ujungnya demi mensejahterakan rakyat.
“Dengan demikian, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mendorong investasi, antara lain kepastian hukum, stabilitas politik, debirokratisasi, dan kepastian dan kesinambungan kebijakan fiskal,” ujar dia. (Yas)
Sumber: LIPUTAN6.COM, 11 Oktober 2017